Senin, 19 Mei 2008

Totalitas dalam sebuah pilihan

Ada sebuah cerita yang sangat me-REFRESH visi dan ekspektasi dari sebuah pekerjaan, yang sangat mungkin bagi kebanyakan orang pekerjaan itu terlihat sederhana dan tidak bervisi. Cerita ini berasal dari kiriman e-mail seorang teman dan sepertinya memang sudah beredar luas di internet.

***


Beberapa waktu yang lalu saya memberikan pelatihan mengenai sikap kerja di sebuah hotel berbintang lima di Singapura. Salah satu peserta pelatihan adalah Pak Lim, seorang pria berusia 60 tahunan yang bekerja di hotel tersebut. Bagi saya pekerjaan sehari-hari Pak Lim sangatlah monoton dan membosankan.

Setiap hari, dengan membawa sebuah daftar, dia mengecek engsel pintu setiap kamar hotel. Saya akan menceritakan sedikit bagaimana tugas Pak Lim sebenarnya. Pak Lim memulai rangkaian tugasnya dengan mengecek engsel pintu pintu kamar 1001 dan memastikan bahwa engsel dan fungsi kunci pintu berfungsi dengan baik. Pengecekan yang dilakukannya bukanlah pengecekan "seadanya", namun pengecekan yang saksama di setiap engsel dan memastikan bahwa setiap pintu bisa dibuka-tutup tanpa masalah. Untuk mengecek satu pintu saja, Pak Lim berulang kali membuka dan menutup pintu tersebut hanya untuk memastikan bahwa semuanya berfungsi dengan baik. Barulah setelah puas, dia memberi paraf pada daftar yang dibawanya dan mengecek pintu kamar berikutnya, kamar 1002, dia melakukan hal yang sama, begitu seterusnya.

Dalam sehari, Pak Lim bisa mengecek pintu 30 kamar. Anda tentu bertanya, berapa hari waktu yang dibutuhkan Pak Lim untuk mengecek pintu semua kamar di hotel itu. kurang lebih sebulan! Tidak mengejutkan sebenarnya karena hotel berbintang lima ini memiliki sekitar 600 kamar. Tugas pengecekan Pak Lim dapat diibaratkan sebagai lingkaran. setelah pintu kamar terakhir selesai dicek, Pak Lim akan kembali lagi ke kamar pertama, kamar 1001. Rangkaian tugas ini terus berjalan seperti itu, dari hari ke hari, bulan ke bulan,tahun demi tahun. Pekerjaan semacam ini jelas merupakan pekerjaan monoton, tanpa variasi dan membosankan!

Saya sendiri tidak habis pikir, bagaimana mungkin Pak Lim masih bisa cermat dan teliti mengecek setiap engsel pintu dalam menjalani tugas yang membosankan ini. saya membayangkan, seandainya saya sendiri yang diminta melakukan hal semacam ini, mungkin saya akan memeriksa setiap engsel sekedarnya saja. Karena sangat penasaran, suatu hari saya bertanya kepada Pak Lim apa yang sebenarnya membuatnya begitu tekun menjalani pekerjaan rutin itu.

Jawabannya sungguh diluar dugaan saya. Dia mengatakan," James, dari pertanyaan Anda, saya bisa menyimpulkan bahwa Anda tidak mengerti pekerjaan saya. Pekerjaan saya bukan sekedar memeriksa engsel, tetapi lebih dari itu. Begini. Tamu-tamu kami di hotel berbintang lima ini jelas bukan orang sembarangan. Mereka biasanya adalah Kepala Keluarga, CEO sebuah perusahaan, Direktur atau Manajer Senior. Dan saya tahu mereka semua jelas bertanggung jawab atas kehidupan keluarga mereka, dan juga banyak karyawan dibawahnya yang jumlahnya mungkin 20 orang, 100 atau bahkan ribuan orang.

"Nah, kalau sesuatu yang buruk terjadi di hotel ini, misalnya saja kebakaran dan pintu tidak bisa dibuka karena engselnya rusak, mereka bisa meninggal di dalam kamar. Akibatnya bisa Anda bayangkan, pasti sangat mengerikan, bukan hanya untuk reputasi hotel ini, tetapi juga bagi keluarga mereka, karyawan yang berada di bawah tanggungan mereka. Keluarga mereka akan kehilangan sosok Kepala Keluarga yang menafkahi mereka dan karyawan mereka akan kehilangan sorang pimpinan senior yang bisa jadi mengganggu kelancaran perusahaan. Sekarang Anda mungkin dapat mengerti bahwa tugas saya bukan sekedar memeriksa engsel, tapi menyelamatkan Kepala Keluarga dan Pimpinan unit bisnis sebuah perusahaan.

Jadi, jangan meremehkan tugas saya."


***


Sepertinya tingkat pendalaman orang terhadap pilihan-pilihan yang telah diambil sangatlah beragam. Tapi walaupun sangat beragam sepertinya keragaman itu masih dapat diproyeksikan kedalam 3 level :

1. Fisik

Menjalani pilihan hanya sebagai sebuah rutinitas fisik untuk memastikan basic need berapa pada level aman.


2. Pikiran (knowledge versus profitabilitas)

Ada sebuah optimalisasi eksekusi sebuah pilihan dengan menambahkan aspek knowledge kedalamnya, tapi hasrat optimalisasi ini hanya dipicu oleh hasrat lain untuk mendapatkan profitabilitas yang lebih optimal juga. Masih self-oriented, self dalam arti lingkungan terdekat yang berada dalam otorisasi dia.


3. Mental

Optimalisasi eksekusi yang dilakukan lebih dimuati hasrat-hasrat yang sifatnya langgeng dan agung. Ideologi, agama dan kemanusiaan merupakan salah satu dari sekian banyak hasrat yang bisa dijadikan contoh.

Kalau membaca cerita para samurai, para pejuang kemerdekaan, para pejuang keyakinan yang fatalistik (Barat punya istilah tersendiri, teroris) dan orang-orang yang invisible dari publisitas dan pemujaan tapi sangat berdampak buat masyarakat .... mungkin mereka telah melakukan pendalaman setiap pilihan mereka sampai pada level ini.


Seandainya masing-masing kita bisa melakukan proses pendalaman yang kuat terhadap masing-masing pekerjaan dan pilihan kita tentunya proses kehidupan akan menjadi sempurna. Sayangnya... ketika level kehidupan seperti itu tercapai kita tidak akan lagi berjumpa dengan manusia he3.


Hmmm ... Menjadikan indah dan bermakna untuk setiap pilihan yang kita ambil merupakan sebuah seni yang rumit, tapi hanya dengan begitulah pilihan-pilihan itu menjadi berkualitas.


Tengkyu ... para rohaniawan yang saleh, para ilmuwan dan kreator yang visioner, para designer yang perfeksionis, para negarawan yang bijak, para penjahat cerdas dan semua orang yang optimal pada posnya masing-masing.



ok. @
Kelapa Gading

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda